Javan Endemic Species Programme
Kontak
  • Tentang Program JES
    • Tim
  • Proyek JESP
    • Konservasi Babi Kutil Bawean
    • Material edukasi
  • News
    • Newsletter
    • Publikasi JESP
  • Mendukung kami
    • Donasi
    • Relawan
    • Wisata alam JESP
  • Kontak
  • Terima kasih!
  • English

Burung Hantu Seloputo (Sprix seloputo baweana Oberhoser, 1917): (sub)spesies endemik Bawean lainnya

9/6/2015

0 Comments

 

Ditulis oleh: Sandy Leo

Pulau Bawean merupakan pulau yang terletak di tengah Laut Jawa dan sangat terisolasi dari Jawa dan Kalimantan. Pulau ini berjarak sekitar 120 km dari Pulau Jawa dan 300 km dari Pulau Kalimantan. Berdasarkan studi biogeografi, Pulau Bawean tidak pernah terhubung dengan daratan utama. Kondisi ini yang kemudian membuat Bawean mempunyai beragam flora dan fauna endemik. 

Picture

Gambar 1. Pulau Bawean

10 Agustus 2015 merupakan hari yang sangat beruntung bagi kami (tim BEKI). Setelah melakukan survey babi kutil, kami dikejutkan dengan mata besar yang mengintip di antara cabang pohon. Yes!!! Itu adalah burung hantu yang kami cari selama ini, burung hantu seloputo! Pak Rahim, polisi hutan kami mengatakan bahwa orang lokal menyebut burung hantu ini sebagai kukuk beluk. Burung hantu seloputo (Strix seloputo) sekilas terlihat mirip dengan serak jawa atau burung hantu tito (Tyto alba) jika dilihat dari mukanya yang bulat dan badannya, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan paling mencolok adalah adanya pola bintik pada badan seloputo, yang tidak dimiliki oleh serak jawa.

Picture

Gambar. 2 Spotted wood owl Strix seloputo baweana (left) and barn owl Tyto alba (right) 

Merujuk pada Avibas (Lepage 2015), Stryx seloputo memiliki 3 subspesies yakni S. seloputo seloputo (Myanmar Selatan, Peninsular Malaysia, Sumatera, dan Jawa), S. seloputo baweana (Pulau Bawean), dan S. seloputo wiepkeni (Filpina selatan). Stryx seloputo baweana mempunyai variasi morfologi yang berbeda dengan subspesies pertama. Hoogerwerf (1967) mengukur dan menemukan S. seloputo baweana bertubuh lebih kecil dibanding spesies lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa area terisolir membuat burung berevolusi dan beradaptasi dengan area yang kecil dengan variasi mangsa yang lebih sedikit. Nijman (2004) juga melaporkan bahwa burung hantu seloputo mungkin memiliki persebaran yang luas di pulau Bawean, tetapi sedikit yang diketahui mengenai detail kelimpahan dan distribusi mereka. Oleh karena itu perlu dilakukan studi survey dan monitoring untuk mengetahui kelimpahan dan distribusi burung cantik endemik ini. Pengetahuan yang didapat menjadi penting untuk menyusun rencana aksi konservasi untuk melindungi burung endemik ini dari ancaman dan memastikan keberlangsungan hidup mereka ke depannya.

Jika kamu ingin membaca lebih banyak:

Hoogerwerf, A. 1967. Notes on the island of Bawean (Java Sea) with special reference to the birds. Natural History Bulletin of the Siam Society 22: 15–104 pp.

Lepage, D. 2015. Avibase – the world bird database. http://avibase.bsc-eoc.org/species.jsp?avibaseid=95C18369B3D381CF. [accessed on Sept, 4th 2015]

Mayr, E. 2001. What Evolution Is. Basic Books, New York: 318 pp.

Nijman, V. 2004. Survey of birds of prey and owls (Falconiformes and Strigiformes) on Bawean, Java Sea, with records of three species new to the island. The Raffles Bulletin of Zoology 52(2): 647–651. 

0 Comments



Leave a Reply.

    Archives

    September 2015
    May 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.