Oleh Simen Blokland
0 Comments
"Semangat Mark? Senyum lagi iya Mark?" sahut Pak Rahim dari kejauhan. Saya duduk di suatu tempat di dalam hutan, di salah satu lokasi kamera yang dipilih secara acak, melihat file-file yang ada melalui perangkat video portabel saya. Setelah menghabiskan minggu lalu dengan mendaki gunung dan menuruni jalur yang licin untuk memasang kamera, minggu ini menjadi penentu, adakah babi kutil yang berhasil tertangkap oleh kamera? Jadi, kembali ke tempat dimana saya duduk bersama perangkat video ini. Kami sedang berada di hutan gunung yang mengelilingi Danau Kastoba yang indah. Dua kamera telah dipasang di area ini dan Pak Rahim baru saja membuka kamera pertama setelah mengusir koloni semut yang telah menemukan kotak pelindung kamera sebagai lokasi ideal untuk membangun sarang. Video pertama dimulai, dan... 4 babi kutil berkeliaran di malam hari! Sekelompok monyet ekor panjang yang penasaran kemudian mengisi sisa memori kamera, tapi tetap saja ini adalah awal yang sangat baik!
Oleh Shafia
|
Kupu-kupu, yang aktif pada siang hari, lebih melimpah. Suhu yang hangat membuat mereka sangat aktif dan tidak pernah hinggap lebih dari beberapa detik. Setelah beberapa kali gagal memotret mereka, saya memutuskan untuk menangkap kupu-kupu dengan jaring, menempatkan jaring di atas kepala, dan mengambil 100 foto sekaligus dengan harapan terdapat gambar yang bagus di antaranya. Untungnya, saya mendapatkan beberapa hasil yang bagus. Beberapa spesies berukuran besar—lebih besar dari tanganku! |
Oleh Mark Rademaker
Spesies target utama penelitian kami di Bawean adalah babi kutil bawean. Sayangnya, kami tidak tahu apapun tentang satwa ini. Kami tidak tahu bagaimana mereka hidup, dan mungkin yang terpenting, kami juga tidak tahu tempat tinggal yang mereka sukai!
Oleh karena itu, kami mencoba untuk memetakan habitat yang tersedia di pulau ini. Kami mengukur beberapa hal seperti tipe habitat, tutupan tajuk, dan jumlah buah di lantai hutan di lebih dari 100 lokasi. Dengan cara tersebut, kami membangun sebuah gambaran tentang kesesuaian setiap habitat untuk babi. Kami kemudian dapat membandingkannya dengan kondisi habitat di lokasi tempat kami menemukan babi dan hal tersebut dapat membantu kami memperkirakan dengan presisi habitat apa yang disukai oleh babi.
Sebagian besar habitat di pulau ini merupakan sawah dan ladang pertanian seperti singkong yang ditanam di ketinggian rendah dan perbukitan di pulau. Di atas sawah dan ladang, kami menemukan komunitas yang memiliki kawasan hutan dengan perkebunan aren, pisang, bamboo, mangga, and pohon jati. Sekitar setengah jalan ke atas gunung, hutan komunitas berakhir dan batas kawasan cagar alam dimulai sampai puncak gunung.
Selama beberapa hari belakang ini, kami telah melakukan penilaian habitat di 16 lokasi yang tersebar di kawasan cagar alam. Sebagian besar lokasi terpisah sejauh beberapa ratus meter. Ketika kamu memikirkan tentang ini dalam ukuran jarak absolut, kami mungkin berpikir itu tidak terlalu jauh. Tetapi Bawean adalah pulau vulkanis yang telah inaktif dan pulau tersebut dipenuhi oleh gunung-gunung. Artinya, saat kami mengambil data, biasanya titik pertama berada di bawah gunung, titik kedua di atas gunung, dan yang ketiga berada di bawah sisi gunung yang lainnya. Karena tidak terdapat banyak jalan di kawasan perlindungan, kami terkadang harus memanjat lurus ke atas melalui semak-semak atau sungai yang berbatu!
Namun, tidak peduli seberapa melelahkan perjalanan memanjat itu, ketika kamu telah berada di puncak gunung, pemandangannya selalu menakjubkan. Dengan sisa tiga bulan lagi untuk memanjat, seharusnya kami mendapatkan cukup banyak pemandangan indah yang menanti untuk ditemukan!
Foto:
Kiri: Pulau Bawean dari atas: Pada ketinggian sekitar 580 meter. Danau gunung yang disebut Kastoba terletak pada ketinggian sekitar 150 meter dan dapat terlihat di bagian tengah foto ini.
Kanan: Tim saat bekerja. Dari kiri ke kanan: anggota tim Simen, Shafia, dan Pak Rahim sedang mamasang plot untuk penilaian habitat.
Oleh Shafia Zahra
Pak Nur Syamsi lahir di Gresik, Jawa Timur, pada tanggal 27 Oktober 1967. Saat ini, ia hampir berusia 50 tahun, tetapi tetap aktif melakukan upaya konservasi. Beliau adalah seorang ayah dengan tiga anak dan juga bekerja sebagai kepala Cagar Alam Pulau Bawean.
Ketika masih muda, ia tidak pernah berpikir akan menjadi kepala polisi hutan di Bawean, tetapi ia tidak pernah menyesali keputusannya 23 tahun yang lalu.
“Bawean merupakan tempat yang damai, kamu tidak akan menemukan kejahatan di sini,” katanya.
Sejauh ini, ia hanya pernah melaporkan empat kasus penebangan ilegal ke pengadilan. Walaupun ia berperan sebagai polisi, ia berhati lembut karena ia tahu bahwa masyarakat lokal yang menebang pohon hanya mencari sedikit uang untuk membeli makanan. Ayah mertuanya pernah menjadi seorang pemburu, tetapi kenyataan tersebut tidak memengaruhi keputusannya untuk menjaga kehidupan liar. Ia selalu berempati pada setiap kasus yang ia temukan, ia juga tegas dan lugas, sebagai contohnya tidak pernah menerima uang suap.
Ketika ia mendapatkan sebuah kasus untuk diselesaikan, ia selalu menyelesaikannya secara efektif dengan membuat eksekutor menandatangani sebuah pernyataan bahwa mereka tidak akan melakukan hal yang berbahaya bagi hutan di masa depan. Jika mereka tetap mengulang perbuatan mereka, penjara dan denda menanti mereka. “Mereka memperoleh perlakuan yang adil, tetapi hanya ada satu kesempatan lagi,” katanya. Pak Nur Syamsi berkata bahwa polisi hutan dan upaya konservasi mereka hanya akan sukses jika setiap penduduk desa menyadari bahwa mereka perlu menjaga hutan mereka karena hutan itu sendiri merupakan bagian dari hidup mereka dan memberikan banyak keuntungan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara ekonomi dan ekologis.
“Hentikan perburuan dan penebangan ilegal! Kamu mungkin tidak mengira itu berbahaya untuk saat ini, tetapi coba kita lihat beberapa dekade kemudian, cucu-cucumu mungkin menderita akibat perbuatanmu.”
Foto: Pak Nur Syamsi saat bekerja
Oleh: Simen Blokland
“Semua aman,” kata seseorang pada saya saat kami telah berlabuh di Desa Kota Kusuma. Koper-koper saya terlihat bergerak ke tiga arah dan saya harus berpose untuk beberapa foto. Saya pasti telah memberikan kesan pada pria baik itu bahwa saya sedang merasa tidak nyaman. Tampaknya barang-barang saya telah dibawa ke mobil yang akan membawa kami ke penginapan dan setelah keadaan yang riuh ini, kedamaian datang. Penginapan tersebut tampak menyenangkan, dengan ruang yang cukup untuk bergerak, nasi di meja, dan semacam kamar mandi. Ketika kami berjalan di sekitar blok, kami menemukan jalan rusak yang berpasir dengan lebar tidak lebih dari dua meter, dengan banyak ayam, rumah dengan batu-batuan berkilau, dan gunung di kejauhan yang ditutupi oleh berbagai pohon palem dan spesies tumbuhan berdaun lebar. Suara dari banyak masjid terdengar di segala arah lima kali sehari dan bahkan dapat terdengar ketika berada di dalam hutan dan di antara gunung-gunung. Di sisi lain gunung, daratan bertemu dengan lautan lagi yang dapat kamu temukan hampir di setiap lokasi kamu berada. Saya lahir di sebuah pulau di bagian selatan Belanda, jadi saya suka melihat air di garis horizon, tetapi tempat ini merupakan negara yang sangat berbeda sehingga saya tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi. Hal pertama yang terpikirkan oleh saya adalah tempat ini kering. Sudah enam bulan hujan tidak turun. Untungnya, curahan hujan pertama, sebagai pesan awal datangnya musim hujan, telah turun minggu lalu. Mulai sekarang, sawah masih kering dan kosong, tetapi sebentar lagi akan menjadi hijau dan memenuhi kebutuhan orang-orang. Walaupun sungai-sungai jarang penuh dengan air, iklim di tempat ini baik-baik saja. Ya, di sini panas, dan tidak ada angin sungguhan, tetapi cuacanya tidak se-menekan di Jawa. Walaupun kegiatan apapun menyebabkan hipertemia, terkadang angin dingin mengalir (bukan bertiup) dari laut ke pulau. Cukup untuk menjaga homeostatis. Kehausan tetap tidak akan berakhir, tetapi sepertinya saya akan terbiasa.
“Semua aman,” kata seseorang pada saya saat kami telah berlabuh di Desa Kota Kusuma. Koper-koper saya terlihat bergerak ke tiga arah dan saya harus berpose untuk beberapa foto. Saya pasti telah memberikan kesan pada pria baik itu bahwa saya sedang merasa tidak nyaman. Tampaknya barang-barang saya telah dibawa ke mobil yang akan membawa kami ke penginapan dan setelah keadaan yang riuh ini, kedamaian datang. Penginapan tersebut tampak menyenangkan, dengan ruang yang cukup untuk bergerak, nasi di meja, dan semacam kamar mandi. Ketika kami berjalan di sekitar blok, kami menemukan jalan rusak yang berpasir dengan lebar tidak lebih dari dua meter, dengan banyak ayam, rumah dengan batu-batuan berkilau, dan gunung di kejauhan yang ditutupi oleh berbagai pohon palem dan spesies tumbuhan berdaun lebar. Suara dari banyak masjid terdengar di segala arah lima kali sehari dan bahkan dapat terdengar ketika berada di dalam hutan dan di antara gunung-gunung. Di sisi lain gunung, daratan bertemu dengan lautan lagi yang dapat kamu temukan hampir di setiap lokasi kamu berada. Saya lahir di sebuah pulau di bagian selatan Belanda, jadi saya suka melihat air di garis horizon, tetapi tempat ini merupakan negara yang sangat berbeda sehingga saya tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi. Hal pertama yang terpikirkan oleh saya adalah tempat ini kering. Sudah enam bulan hujan tidak turun. Untungnya, curahan hujan pertama, sebagai pesan awal datangnya musim hujan, telah turun minggu lalu. Mulai sekarang, sawah masih kering dan kosong, tetapi sebentar lagi akan menjadi hijau dan memenuhi kebutuhan orang-orang. Walaupun sungai-sungai jarang penuh dengan air, iklim di tempat ini baik-baik saja. Ya, di sini panas, dan tidak ada angin sungguhan, tetapi cuacanya tidak se-menekan di Jawa. Walaupun kegiatan apapun menyebabkan hipertemia, terkadang angin dingin mengalir (bukan bertiup) dari laut ke pulau. Cukup untuk menjaga homeostatis. Kehausan tetap tidak akan berakhir, tetapi sepertinya saya akan terbiasa.
Akhirnya!!! Proyek BEKI (Bawean Endemic Conservation Initiative) telah dimulai! BEKI adalah proyek penelitian dan konservasi yang berfokus pada babi kutil bawean, kerabat dekat babi kutil jawa yang terancam dan mungkin merupakan jenis yang berbeda dan sangat terancam. Satu minggu yang lalu, Mark Rademaker dan Simen Blokland telah sampai di Jakarta, tempat di mana mereka menghabiskan waktu untuk mengurus izin penelitian dan melengkapi peralatan mereka. Mereka juga bertemu dengan peneliti dari Indonesia, Shafia Zahra, yang berkesempatan mengikuti proyek ini dan belajar tentang metode penelitian yang kami gunakan. Sebagai gantinya, ia membantu Mark dan Simen berbahasa Indonesia. Minggu lalu, mereka bertiga naik kereta ke Surabaya, Jawa Timur, di mana mereka harus mengurus perizinan lagi dan mengunjungi Kebun Binatang Surabaya yang merupakan satu-satunya kebun binatang yang memiliki babi kutil jawa. Walaupun Kebun Binatang Surabaya dikenal sebagai kebun binatang teburuk sedunia, kunjungan itu merupakan kesempatan yang bagus untuk melihat lebih dekat hewan yang sangat pemalu ini sebelum mempelajarinya di alam liar. Kamis yang lalu, tim ini naik kapal feri selama 4 jam menempuh 150 km dari pulau utama ke Pulau Bawean. Mereka disambut oleh Pak Nur, Kepala Cagar Alam Pulau Bawean. Metode yang tim kami gunakan adalah kamera jebak, transek garis, dan wawancara dengan warga sekitar. Kami berusaha untuk mempelajari perilaku, ekologi, dan kelimpahan babi kutil bawean yang belum pernah diteliti sebelumnya, dan menyelidiki sikap warga lokal terhadap babi. Untuk tiga bulan berikutnya, tim kami akan mengirimkan berita rutin dari lapangan. Tetap bersama kami!!!
Penulis: Johanna
Foto: Anak babi kutil jawa di Kebun Binatang Surabaya
Penulis: Johanna
Foto: Anak babi kutil jawa di Kebun Binatang Surabaya
Archives
September 2015
May 2015
January 2015
December 2014
November 2014